1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikBosnia dan Herzegovina

Tajuk: Akankah Perang Etnis Berulang di Balkan Barat?

Alexander Rothert
7 Mei 2024

Perang etnis mengintai di Bosnia Herzegovina, seiring rencana PBB menerbitkan resolusi mengecam Pembantaian Srebrenica tahun 1995, yang menyulut amarah di Republik Srpska. Sebuah editorial oleh Alexander Rhotert.

https://p.dw.com/p/4fY09
Gambar Ratko Mladic di Bosnia
Glorifikasi penjahat perang Serbia Ratko Mladic dalam sebuah acara di Republik Srpska, Bosnia Herzegovina.Foto: Dragan Maksimović/DW

Milorad Dodik tidak menyembunyikan niatnya memaksakan kemerdekaan Republika Srpska dari Bosnia Herzegovina. Dia adalah kepala pemerintahan di wilayah Bosnia yang bermayoritaskan etnis Serbia. Pertengahan April lalu, bersama perwakilan pemerintahan Serbia, dia mengumumkan betapa "tidak masuk akal untuk bertahan di Bosnia," kata dia. "kami akan maju secara independen."

Sebagaimana kebanyakan loyalis Serbia, Dodik menyangkal adanya pembantaian terhadap warga etnis Bosnia oleh milisi Serbia di Srebrenica saat Perang Bosnia antara 1992 dan 1995. Baik Republik Srpska atau pemerintah Serbia baru-baru ini mengecam sebuah rancangan resolusi PBB yang menetapkan tanggal 11 Juli sebagai peringatan atas Pembantaian Srebenica.

Resolusi yang diajukan Ruanda dan Jerman itu dianggap sebagai labelisasi kolektif terhadap warga etnis Serbia. Naskah akhirnya akan diajukan untuk pencoblosan dalam Sidang Umum PBB pada awal Mei mendatang, pada peringatan ke30 pembantaian yang menewaskan 8.000 warga Bosnia muslim tersebut.

Naskah resolusi, antara lain, mengecam tindak penyangkalan terhadap tragedi di Srebrenica dan sikap mengagungkan kejahatan perang atau pelaku kejahatan kemanusiaan dalam Perang Balkan. Selain, itu PBB juga menyerukan agar proses pencarian dan identifikasi jenazah korban agar dilanjutkan.

Yang meresahkan adalah spekulasi Dodik tentang bagaimana Republik Srpska akan menanggapi tuntutan kembalinya sebanyak 150.000 warga muslim Bosnia yang diusir selama perang. Setelah baru-baru ini mengatakan bahwa warga Bosnia, yang mencakup lebih dari 50 persen populasi, seharusnya hanya mendapat 25 persen wilayah tersebut, Dodik memperingatkan bahwa jika resolusi PBB diadopsi, satu-satunya pilihan adalah memisahkan diri secara damai dari Bosnia dan Herzegovina.

"Masyarakat di Republik Srpska merasa marah dan tidak akan mau hidup bersama dengan muslim Bosnia," kata Dodik.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Penyangkal genosida

Ungkapan 25 persen teritorial bagi etnis Bosnia adalah bermasalah karena mengingatkan pada retorika pembersihan etnis dalam Perang Bosnia. Kejahatan yang didokumentasikan oleh Mahkamah Kejahatan Perang PBB di Den Haag, Belanda, itu dikerjakan secara sistematis dengan tujuan menghapus kehidupan non-Serbia di sebagian besar wilayah Bosnia-Herzegovina.

Meski konstitusi Bosnia menetapkan hukuman penjara bagi penyangkalan genosida, penegakkannya acap diabaikan oleh Dodik. Pada pertengahan April lalu, di hadapan Presiden Parlemen Serbia Ana Brnabic dia berulang kali menyangkal terjadinya genosida di Srebrenica, dan  mengakhiri pidatonya dengan teriakan: "Hidup Rusia!."

Melawat ke Rusia

Tak lama berselang, Dodik melakukan perjalanan ke Moskow bersama rekan partainya Nenad Nesic, yang juga menteri keamanan Bosnia dan Herzegovina. Di sana keduanya bertemu antara lain dengan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev.

Dodik dan Nesic mengunggah foto mereka di atas pesawat sambil menyeringai dan memberikan "salam tiga jari", yang merupakan simbol etno-nasionalisme Serbia. Nesic baru-baru ini mengatakan di televisi Serbia, betapa "negara saya adalah Serbia. Negara saya adalah Republika Srpska. Titik!"

Walaupun marak pelanggaran terhadap Perjanjian Damai Dayton tahun 1995, Perwakilan Tinggi Bosnia dan Herzegovina, Christian Schmidt, yang seharusnya bertugas mengawasi penegakkan damai, malah memilih untuk bungkam.

Pada bulan September 2023, Schmidt sempat mengancam Dodik dengan "konsekuensi serius” jika dia melampaui batas. Namun meski Dodik terus mendorong narasi pemisahaan, ancaman itu tidak dilaksanakan.

Proyeksi skenario terburuk

Pasukan penjaga perdamaian EUFOR, yang dikerahkan oleh Uni Eropa untuk mengawal implementasi Perjanjian Dayton, akan membutuhkan tambahan pasukan, jika ditugaskan berpatroli di wilayah pengungsi Bosnia di Republik Srpksa.

Sebanyak 150.000 pengungsi menunggu kepastian nasib. Mereka yang terusir, oleh mantan Perwakilan Tinggi Inggris untuk Bosnia dan Herzegovina, Lord Paddy Ashdown, digambarkan sebagai "yang termiskin dari yang miskin”.

Bagi para pengungsi Bosnia, ancaman pengusiran oleh Dodik merapal ulang trauma perang dari masa lalu. Negara-negara Barat sebabnya harus bertindak secara preventif untuk menyelamatkan pengungsi dalam skenario perang, misalnya melalui evakuasi atau pembentukan zona perlindungan militer dan zona larangan terbang.

A café of hope in Bosnia

Hingga kini, para penyintas yang selamat dari pembantaian di Serbia pada musim semi tahun 1992 itu masih hidup dalam ketakutan. Trauma berulang ketika setiap tahun kelompok Chetnik Serbia merayakan Pembantaian Srebrenica tanpa mendapat hukuman, atau kepala pemerintahan di Republik Srpska menyangkal adanya genosida.

Potensi eskalasi

Bagi Panglima Tertinggi NATO untuk Eropa, SACEUR, Jenderal Christopher Cavoli, perkembangan situasi di Bosnia menyiratkan bahaya. Kepada Kongres AS tanggal 17 April silam, dia melaporkan betapa "situasi di Balkan Barat semakin memburuk. Ketegangan etnis di Bosnia berpotensi meningkat."

Menurutnya, Republik Srpska sedang mencoba untuk "melemahkan otoritas pemerintah pusat", relasi dengan UE dan NATO, sekaligus menjaga hubungan dekat dengan Rusia. Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg baru-baru ini mengatakan dirinya "sangat prihatin” dengan "kebijakan separatisme yang sedang berlangsung” di Bosnia dan Herzegovina.

Ana Brnabic menyebut pernyataan Cavoli sebagai "pesan yang mengkhawatirkan." Dia mengakui betapa "resolusi Srebrenica di Majelis Umum PBB akan menciptakan preseden baru, dan akan membuka kotak Pandora. Semoga Tuhan melindungi mereka semua dari konsekuensinya."

Kini bergantung kepada negara-negara Barat bagaimana cara menyelamatkan salah satu proyek perdamaian paling sukses sejak Perang Dunia II.

Jika bulan September 2023 lalu, NATO sukses membuktikan di Kosovo bagaimana konflik dapat dipadamkan hanya dalam beberapa hari, maka  Barat harus mengambil tindakan preventif untuk menyelamatkan Bosnia dan Herzegovina.

Alexander Rhotert telah meneliti bekas Yugoslavia sejak tahun 1991 dan pernah bekerja untuk PBB, NATO, OSCE dan Perwakilan Tinggi di Bosnia dan Herzegovina, OHR. rzn/yf